Jumat, 15 Juni 2012

EKSTRAKSI KAFEIN


A.      Tujuan
1.    Mendapatkan kafein yang terkandung dalam bahan pangan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut etanol, aseton, dan kloroform.
2.                Menghitung kadar kafein dalam bahan pangan.

B.       Tinjauan Pustaka
Secara sederhana ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan satu atau lebih komponen dari satu fase ke fase lainnya. Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu:
1.    Penambahan sejumlah massa solven untuk dikontakkan dengan sampel, biasanya melalui proses difusi.
2.    Solute akan terpisah dari sampel dan larut oleh solven membentuk fase ekstrak.
3.    Pemisahan fase ekstrak dengan sampel.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya:
a.       Suhu
b.      Ukuran partikel
c.       Faktor solven
Kafein biasanya diisolasi dengan ekstraksi menggunakan solven organik, dan kondisi ekstraksi (solven, suhu, waktu, pH, dan rasio komposisi solven dengan bahan) dapat mempengaruhi efisiensi ekstraksi kafein (Majid, 2008).
Ekstraksi pelarut dari bahan-bahan sumber memberikan hasil lemak tertinggi. Pelarut yang digunakan antara lain hidrokarbon, alkohol, aseton, karbondisulfida, pelarut yang berhalogen. Ekstraksi pelarut terutama penting jika diharapkan sisa yang berkandung lemak rendah misalnya tepung kedele untuk pembuatan tekstur protein nabati (Buckle, 1985).
Pembagian solut antara dua cairan tak saling campur memberikan banyak kemungkinan yang menarik bagi pemisahan-pemisahan secara analitik. Juga untuk keadaan yang tujuan utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif, maka ekstraksi solven dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang memberikan hasil murni di dalam laboratorium organik,  anorganik, atau biokimia. Meskipun kadang-kadang  digunakan   alat-alat  yang  sukar,  seringkali  diperlukan  hanya  sebuah  corong   pemisah
(Day, 1981).
Ekstrak biasanya menggunakan pelarut organik, karena pelarut organik akan melarutkan semua senyawa bioaktif dan senyawa yang berpotensi lainnya dalam bahan tersebut bila ingin dikembangkan secara komersial.  Metode ekstraksi  dan ukuran  partikel dalam  proses  ekstraksi akan mempengaruhi  rendemen  ekstrak  yang  dihasilkan,  karena  ukuran  partikel sangat mempengaruhi internal  diffusi dari  pelarut ke  dalam  padatan
(Hernani, 2009).
Tingginya  konsentrasi pelarut juga menunjukkan turunnya polaritas pelarut yang merupakan campuran etanol dengan air. Rendemen tertinggi dapat diperoleh dengan menggunakan etanol 99,8% sebagai pelarut pada suhu 40oC selama 6 jam. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi etanol maka semakin rendah tingkat kepolaran pelarut yang digunakan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pelarut dalam mengekstrak. Semakin  lama waktu ekstraksi, rendemen yang diperoleh pun akan meningkat. Akan tetapi, dengan menggunakan etanol 99,8% kenaikan rendemen yang  signifikan hanya  didapat  pada kurun waktu ekstraksi 0-1 jam
(Ramadhan, 2009).
Daun teh mengandung beberapa zat kimia yang dapat digolongkan menjadi empat. Keempat golongan itu adalah : substansi fenol (katekin, flanavol), bukan fenol (karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, asam amino, klorofil, asam organik), senyawa aromatis, dan enzim. Secara rincinya kandungan tersebut sebagai berikut.
Zat yang tidak larut dalam air :
Protein                                                      16  %
Lemak                                                      8   %
Klorofil dan pigmen lain                          1,5%
Pektin                                                       4   %
Pati                                                           0.5%
Serat kasar, selulosa, lignin, dll               22  %
                                         Jumlah:            52  %
Zat yang larut dalam air:
Polifenol yang dapat difermentasi           20 %
Polifenol lain                                            10 %
Kafein (theine)                                           4 %
Gula dan getah                                           3 %
Asam amino                                               7 %
Mineral                                                       4 %
                                         Jumlah:            48 %  (Nazaruddin, 1993).
Dalam teh kering terdapat kira-kira 3% caffeine. Bahan inilah yang menimbulkan rasa nikmat dari air teh. Pada galibnja kadar caffeine tidak dimana-mana bagian dari tanaman sama. Daun yang termuda misalnya mengandung caffeine yang terbanyak, yaitu 3-4%, daun kelima dan keenam 1½%, sedang dalam tangkai hanya terdapat 0,5% caffeine. Dalam bulu daun peko terdapat 2% caffeine (Adisewojo,1964).
Kandungan kafein dalam teh hijau adalah 21,01 mg/g. Dalam pengolahan elusi, hampir kafein murni terdeteksi pada kartrid kafein MIP. Ini diamati afinitas yang lebih tinggi dan pemulihan kafein dapat diperoleh pada kartrid kafein MIP. Kafein MIP yang disintesis dan disusun bisa diekstrak secara selektif dan menghilangkan kafein dan beberapa senyawa katekin dari teh hijau (Jin, 2007).
Senyawa-senyawa yang terdapat di dalam cairan kopi hampir sama dengan cairan teh. Cairan kopi diperoleh dari kopi bubuk yang diseduh dengan air panas yang menyebabkan semakin banyaknya senyawa yang terekstraksi. Senyawa-senyawa tersebut berasal dari bubuk kopi yang dikonsumsi sebagai minuman. Di dalam kopi yang telah disangrai terdapat beberapa senyawa penting, diantaranya kafein, karbondioksida, asam organik, serta trigonelin (Rahayu, 2007).
Kadar kafein dalam biji kopi (Cafea sp.) ialah 0,2 - 2,2 persen. Untuk bermacam-macam kopi kadar kafeinnya berbeda-beda. Misalnya kadar kafein pada kopi robusta 1,5 – 2,5 persen, kopi arabika 1,0 – 1,2 persen, kopi liberia 1,4 -1,6 persen dan kopi mukka 1,4 – 1,  Pada prinsipnya pembuatan kopi dekafein ialah melarutkan kafein dengan suatu pelarut tertentu. Pada suhu 25oC kafein larut dalam campuran 45,6 bagian air, yang kelarutannya meningkat dengan makin tingginya suhu air misalnya pada suhu 25oC dapat larut 2,13 gram kafein/ 100 g air sedangkan pada suhu 100oC pelarutannya 50,0 g kafein/ 100 g air (Koswara, 2006).
Senyawa kafein tergolong dalam jenis alkaloid yang bisa menimbulkan kecanduan. Menurut  sebuah riset,  besarnya  kandungan  kafein itu tergantung dari cara pengolahan kopi sebelum diminum. Secangkir kopi biasa, yang ampasnya  diendapkan,  mengandung  25 miligram – 30 miligram kafein. Adapun kopi instan  setiap  cangkirnya  mengandung  kafein  lebih tinggi,  yaitu 60 – 80 miligram. Kandungan paling tinggi  ditemukan pada  kopi  biasa yang  tidak diendapkan,  yakni 120 miligram per cangkirnya
(Anonim2, 2008).
Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier atau siklik. Diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui, yang merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dari tanaman. Tidak ada satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mencakup senyawa-senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana seperti coniine sampai ke struktur pentasiklik strychnine. Banyak alkaloid adalah terpenoid di alam dan beberapa adalah steroid (Utami, 2008).
Ada dua jenis ekstraktor yang lazim digunakan pada skala laboratorium, yaitu ekstraktor Soxhlet dan ekstraktor Butt. Pada ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon (Utami, 2009).
Ekstraksi soxhlet merupakan proses ekstraksi yang berlangsung secara berulang-ulang dan teratur. Bahan yang akan diekstrak dijadikan serbuk dan diletakkan dalam pembungkus yang berpori (kertas saring). Pembungkus tersebut  dimasukkan  kedalam  alat  soxhlet,  sedangkan  pada  bagian  atas alat ini  dihubungkan dengan kondensor atau pendingin. Pelarut dan batu didih dimasukkan kedalam labu dan diekstrak dengan suhu dan waktu yang diinginkan. Penggunaan ekstraksi soxhlet mempunyai keuntungan, salah satunya adalah proses ekstraksi dapat berlangsung berulang-ulang secara otomatis sampai ekstraksi sempurna. Namun kekurangan dari sistem ini adalah  suhu  campuran  pada  tabung  ekstraksi  tidak  sama dengan titik didih  pelarutnya,  sehingga   proses   ekstraksi   membutuhkan   waktu   lama
(Nuryanti, 2010).
Kloroform adalah pelarut yang umum di laboratorium karena relatif tidak reaktif, miscible dengan cairan organik yang paling, dan nyaman volatile. Kloroform digunakan sebagai pelarut dalam farmasi industri dan untuk memproduksi pewarna dan pestisida . Kloroform adalah pelarut yang efektif untuk alkaloid dalam bentuk basis mereka dan dengan demikian bahan tanaman biasanya diekstraksi dengan kloroform untuk diproses farmasi. Sebagai contoh, ia digunakan dalam perdagangan untuk ekstrak morfin dari poppy dan skopolamin dari Datura tanaman (Anonim1, 2010).




C.      Metodologi
I.     Alat
1.    Soxhlet
2.    Cawan penguap
3.    Bunsen
4.    Kertas saring
5.    Corong pemisah
6.    Beker glass
7.    Timbangan analitik
II.  Bahan
1.    Kopi
2.    Teh
3.    Etanol
4.    Aseton
5.    Aquades
6.    MgCl
7.    H2SO4
8.    Kloroform
9.    NaOH

D.      Hasil dan Pembahasan
Tabel 4.1 Hasil ekstraksi kafein dari teh
Sampel
Teh
Berat awal
8 gram
Berat beker glass
60,1645 gram
Berat beker glass+crude kafein
60,1952 gram
Berat crude kafein
0,0307 gram
% kafein
0,38%
Warna awal teh
Coklat tua
Warna akhir kafein
Kuning muda
Sumber : Laporan sementara
Pembahasan :
Pada praktikum acara IV ini dilakukan ekstraksi kafein pada bahan pangan, dalam hal ini digunakan teh dan kopi. Untuk mengekstraksi kafein dalam teh dan kopi ini menggunakan soxhlet, untuk teh digunakan pelarut etanol dan untuk kopi digunakan pelarut aseton.
Setelah penangas pada soxhlet dinyalakan, maka dimulailah penguapan etanol/aseton yang berada di labu pada soxhlet. Kemudian uap etanol/aseton melewati teh/kopi, uap etanol/aseton beserta teh/kopi diembunkan oleh kondensor yang dialiri air pendingin lalu menetes memasuki tabung sempit, penanda satu siklus. Ketika tabung sempit ini penuh dan pelarut beserta sampel yang sudah larut didalamnya menggerojok kembali lagi ke labu asal pelarut, dan begitu seterusnya sampai sampai cairan di air dalam bahan menjadi jernih. Sirkulasi demikian terjadi membutuhkan waktu beberapa jam. Seperti dalam tinjauan pustaka, hal demikian merupakan prinsip ekstraksi soxhlet.
Namun dalam percobaan ini rendemen ekstrak kopi yang didapatkan dari proses tersebut sangatlah sedikit, atau dapat dikatakan belum berhasil sehingga tidak dapat dilakukan proses selanjutnya. Yang dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya ialah ekstrak teh. Maka kemudian yang dipanaskan hanya ekstrak teh, untuk memperoleh kafein dalam teh. Pada percobaan ini kita tidak dapat memperoleh kafein dalam kopi.   
Setelah semua proses ekstraksi selesai dan crude kafein diperoleh maka perlu diketahui beratnya. Untuk mengetahui berat crude kafein, caranya adalah dengan menimbang beker glass yang berisi crude kafein tersebut, dan hasilnya adalah 60,1952 gram. Namun, sebelum hal ini dilakukan, pertama-tama saat beker glass masih kosong sudah ditimbang dahulu dan diketahui berat beker glass kosong ialah 60,1645 gram. Dengan ini dapat diketahui berat crude kafein dengan mengurangkan antara berat beker glass yang berisi crude kafein dengan berat beker glass kosong dan hasilnya adalah 0,0307 gram.
Setelah ini, masih harus diketahui kadar kafein dalam teh pada percobaan ini, caranya adalah dengan membagikan antara massa crude kafein (0,0307 gram) dengan berat awal sampel teh (8 gram) kemudian dikalikan 100% dan diperoleh kadar kafein dalam teh pada percobaan kali ini adalah 0,38%. Berdasarkan referensi, kadar kafein dalam daun teh kering adalah antara 3 - 4% hal ini sangat berbeda dengan hasil percobaan, yang diperoleh kadar kafein dalam teh sebesar 0,38%. Padahal berdasarkan referensi juga, jika sampel dipanaskan maka akan dapat meningkatkan kadar kafein dalam sampel tersebut. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena perbedaan jenis teh yang dihitung kadar kafeinnya, karena tidak semua jenis teh memiliki kadar kafein yang sama. Selain itu juga karena ada kemungkinan kadar kafein dalam teh-teh yang biasa dijual di pasaran sekarang sudah mengalami dekafeinasi.
Dan untuk kadar kafein dalam kopi, berdasarkan referensi dalam secangkir kopi biasa, yang ampasnya diendapkan, mengandung 25 miligram – 30 miligram kafein atau sekitar 0,2 – 2,2 %. Namun disini kita tidak dapat membandingkannya dengan hasil percobaan kita karena hasil yang diperoleh dari ekstraksi soxhlet sangatlah sedikit dan tidak dapat dikeringkan untuk memperoleh crude kafein. Hal ini dapat disebabkan karena kopi-kopi yang beredar di pasaran sekarang sudah mengalami proses sedemikian rupa sehingga mengalami dekafeinasi, seperti halnya teh. Sebaiknya kopi yang digunakan sebagai sampel untuk ditentukan kadar kafeinnya adalah kopi bubuk asli dari biji kopi, misalnya kopi lampung. Berdasarkan referensi, kadar kafein dalam teh dan dalam kopi lebih banyak pada teh, namun dalam praktikum kali ini kita tidak dapat membandingkannya karena yang diperoleh hanya kadar kafein dalam teh.
            Pada proses praktikum ini larutan diberi 1,5 ml H2SO4. Pemberian H2SO4 pada larutan berkafein yang dimana kafein mengandung alkaloid yang merupakan basa organik, maka ini adalah cara pengambilan kafein (alkaloid) yang efektif karena pH nya dapat stabil dengan adanya H2SO4 ini sehingga lebih terpisah lagi antara zat yang kita butuhkan yakni kafein dan melepaskan dari pengotor- pengotornya. Selain itu juga larutan ditambah 1,5 ml NaOH stelah ditambah kloroform. Penambahan NaOH ini agar pH semakin tinggi sehingga kemampuan ekstraksi atau pemisahan larutan kafein dengan pelarut kloroform semakin besar. Dalam praktikum ini digunakan pelarut berupa aseton, etanol dan kloroform. Ketiga pelarut tersebut merupakan bahan pelarut organik yang biasa digunakan sebagai zat cair ekstraksi. Dalam praktikum ini tujuan digunakannya kloroform adalah sebagai pelarut yang efektif untuk alkaloid (kafein). Karena berdasarkan referensi, kloroform adalah pelarut yang umum di laboratorium karena relatif tidak reaktif,  larut dengan cairan organik.

E.       Kesimpulan
1.      Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan satu atau lebih komponen dari satu fase ke fase lainnya.
2.         Kafein adalah senyawa alkaloid yang secara alami terdapat pada biji kopi dan daun teh.
3.     Untuk mengekstraksi kafein dalam teh digunakan pelarut etanol dan untuk mengekstraksi kafein dalam kopi digunakan pelarut aseton.
4.      Pelarut kloroform digunakan pada ekstraksi kafein dalam corong pemisah karena relatif tidak reaktif dan larut dengan cairan organik.
5.  Prinsip ekstraksi soxhlet adalah pelarut yang berisi ekstrak dipanaskan dan  menguap, lalu terkondensasi, melewati sampel, saluran kecil, kemudian penuh dan masuk kembali ke labu soxhlet, keuntungannya adalah dapat berlangsung berulang-ulang hingga ekstraksi sempurna namun memerlukan waktu lama.
6.        Hanya dapat diperoleh ekstrak kafein dalam teh sedangkan ekstrak kafein dalam kopi belum berhasil.
7.         Berat crude kafein dari 8 gram teh adalah 0,0307 gram.
8.         Kadar kafein dalam teh sampel adalah 0,38%.
9.        Ada kemungkinan teh dan kopi yang digunakan sebagai sampel sudah mengalami dekafeinasi dalam proses pengolahannya karena pada kopi tidak dapat dihasilkan ekstrak kafein yang banyak dan pada teh hasilnya berbeda dengan referensi yang mengatakan kadar kafein pada teh sebesar 3-4%.








DAFTAR PUSTAKA

Adisewojo, R. Sodo. 1964. Bertjotjok Tanam Teh. Sumur Bandung. Bandung.
Anonim1. Manfaat Kloroform Apa Saja Sih...?. http://id.answers.yahoo.com/ question/index?. Diakses pada hari Selasa tanggal 5 April 2011 pada pukul 19.20 WIB.
Anonim2. 2008. Kopi, Hitam dan Pahit Tapi Banyak Manfaatnya. http://aryafatta. wordpress.com. Diakses pada hari Minggu tanggal 3 April 2011 pada pukul 20.00 WIB.
Buckle, K.A, dkk. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Hernani, dkk. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Belimbing Wuluh terhadapPenurunan Tekanan Darah pada Hewan Uji. Jurnal Pascapanen 6(1).
Jin, Yinzhe dan Kyung Ho Row. 2007. Solid-phase Exxtraction of Caffeine and Catechin Compounds from Green Tea by Caffeine Molecular Imprinted Polymer. Bull Korean Chem Soc Vol 28, No 2.
Koswara, Sutrisno. 2006. Kopi Rendah Kafein. http://www.ebookpangan.com/. Diakses pada hari Senin, 4 April 2011 pada pukul 15.12 WIB.
Majid, Nugraha Thariq dan Nurkholis. Jurnal Pembuatan Teh Rendah Kafein melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat. Semarang.
Nazaruddin dan Farry B Paimin. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nuryanti, Irma. 2010. Ekstraksi. http://meoongimutz.blogspot.com/2010/08/eks traksi. html. Diakses pada hari Selasa 5 April 2011 pukul 20.10 WIB.
Rahayu, Tuti dan Triastuti Rahayu. 2007. Optimasi Fermentasi Cairan Kopi dengan Inokulan Kultur Kombucha (Kombucha coffee). Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol 8, No. 1.
Ramadhan, Ahmad Eka dan Haries Aprival Phaza. Jurnal Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu dan Jumlah Stage pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale Rosc) Secara Batch. Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar