A.
Tujuan
1. Mendapatkan
kafein yang terkandung dalam bahan pangan dengan cara ekstraksi menggunakan
pelarut etanol, aseton, dan kloroform.
2.
Menghitung kadar kafein dalam bahan
pangan.
B.
Tinjauan
Pustaka
Secara sederhana
ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan satu atau lebih
komponen dari satu fase ke fase lainnya. Secara garis besar, proses pemisahan
secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu:
1. Penambahan
sejumlah massa solven untuk dikontakkan dengan sampel, biasanya melalui proses
difusi.
2. Solute
akan terpisah dari sampel dan larut oleh solven membentuk fase ekstrak.
3. Pemisahan
fase ekstrak dengan sampel.
Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi ekstraksi, diantaranya:
a. Suhu
b. Ukuran
partikel
c. Faktor
solven
Kafein biasanya diisolasi dengan
ekstraksi menggunakan solven organik, dan kondisi ekstraksi (solven, suhu,
waktu, pH, dan rasio komposisi solven dengan bahan) dapat mempengaruhi
efisiensi ekstraksi kafein (Majid, 2008).
Ekstraksi
pelarut dari bahan-bahan sumber memberikan hasil lemak tertinggi. Pelarut yang
digunakan antara lain hidrokarbon, alkohol, aseton, karbondisulfida, pelarut
yang berhalogen. Ekstraksi pelarut terutama penting jika diharapkan sisa yang
berkandung lemak rendah misalnya tepung kedele untuk pembuatan tekstur protein
nabati (Buckle, 1985).
Pembagian solut
antara dua cairan tak saling campur memberikan banyak kemungkinan yang menarik
bagi pemisahan-pemisahan secara analitik. Juga untuk keadaan yang tujuan
utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif, maka ekstraksi solven dapat
merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang memberikan hasil murni di
dalam laboratorium organik, anorganik,
atau biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan
alat-alat yang sukar,
seringkali diperlukan hanya sebuah
corong pemisah
(Day,
1981).
Ekstrak biasanya
menggunakan pelarut organik, karena pelarut organik akan melarutkan semua
senyawa bioaktif dan senyawa yang berpotensi lainnya dalam bahan tersebut bila
ingin dikembangkan secara komersial. Metode
ekstraksi dan ukuran partikel dalam proses ekstraksi
akan mempengaruhi rendemen ekstrak yang dihasilkan,
karena ukuran partikel
sangat mempengaruhi internal diffusi
dari pelarut ke dalam padatan
(Hernani,
2009).
Tingginya konsentrasi pelarut juga menunjukkan turunnya
polaritas pelarut yang merupakan campuran etanol dengan air. Rendemen tertinggi
dapat diperoleh dengan menggunakan etanol 99,8% sebagai pelarut pada suhu 40oC
selama 6 jam. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi etanol maka
semakin rendah tingkat kepolaran pelarut yang digunakan, yang pada akhirnya
dapat meningkatkan kemampuan pelarut dalam mengekstrak. Semakin lama waktu ekstraksi, rendemen yang diperoleh
pun akan meningkat. Akan tetapi, dengan menggunakan etanol 99,8% kenaikan
rendemen yang signifikan hanya didapat pada kurun waktu ekstraksi 0-1 jam
(Ramadhan,
2009).
Daun teh
mengandung beberapa zat kimia yang dapat digolongkan menjadi empat. Keempat
golongan itu adalah : substansi fenol (katekin, flanavol), bukan fenol
(karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, asam amino, klorofil, asam organik),
senyawa aromatis, dan enzim. Secara rincinya kandungan tersebut sebagai
berikut.
Zat
yang tidak larut dalam air :
Protein 16 %
Lemak
8 %
Klorofil
dan pigmen lain 1,5%
Pektin 4 %
Pati 0.5%
Serat
kasar, selulosa, lignin, dll 22
%
Jumlah: 52
%
Zat
yang larut dalam air:
Polifenol
yang dapat difermentasi 20 %
Polifenol
lain 10
%
Kafein
(theine) 4 %
Gula
dan getah 3 %
Asam
amino 7 %
Mineral
4 %
Jumlah: 48 %
(Nazaruddin, 1993).
Dalam teh kering terdapat kira-kira
3% caffeine. Bahan inilah yang menimbulkan rasa nikmat dari air teh. Pada
galibnja kadar caffeine tidak dimana-mana bagian dari tanaman sama. Daun yang
termuda misalnya mengandung caffeine yang terbanyak, yaitu 3-4%, daun kelima
dan keenam 1½%, sedang dalam tangkai hanya terdapat 0,5% caffeine. Dalam bulu
daun peko terdapat 2% caffeine (Adisewojo,1964).
Kandungan kafein dalam teh hijau
adalah 21,01 mg/g. Dalam pengolahan elusi, hampir kafein murni terdeteksi pada
kartrid kafein MIP. Ini diamati afinitas yang lebih tinggi dan pemulihan kafein
dapat diperoleh pada kartrid kafein MIP. Kafein MIP yang disintesis dan disusun
bisa diekstrak secara selektif dan menghilangkan kafein dan beberapa senyawa
katekin dari teh hijau (Jin, 2007).
Senyawa-senyawa yang terdapat di
dalam cairan kopi hampir sama dengan cairan teh. Cairan kopi diperoleh dari
kopi bubuk yang diseduh dengan air panas yang menyebabkan semakin banyaknya
senyawa yang terekstraksi. Senyawa-senyawa tersebut berasal dari bubuk kopi
yang dikonsumsi sebagai minuman. Di dalam kopi yang telah disangrai terdapat
beberapa senyawa penting, diantaranya kafein, karbondioksida, asam organik,
serta trigonelin (Rahayu, 2007).
Kadar kafein dalam biji kopi (Cafea sp.) ialah 0,2 - 2,2 persen. Untuk
bermacam-macam kopi kadar kafeinnya berbeda-beda. Misalnya kadar kafein pada
kopi robusta 1,5 – 2,5 persen, kopi arabika 1,0 – 1,2 persen, kopi liberia 1,4
-1,6 persen dan kopi mukka 1,4 – 1, Pada
prinsipnya pembuatan kopi dekafein ialah melarutkan kafein dengan suatu pelarut
tertentu. Pada suhu 25oC kafein larut dalam campuran 45,6 bagian
air, yang kelarutannya meningkat dengan makin tingginya suhu air misalnya pada
suhu 25oC dapat larut 2,13 gram kafein/ 100 g air sedangkan pada
suhu 100oC pelarutannya 50,0 g kafein/ 100 g air (Koswara, 2006).
Senyawa kafein tergolong dalam
jenis alkaloid yang bisa menimbulkan kecanduan. Menurut sebuah riset, besarnya kandungan kafein itu tergantung dari cara pengolahan
kopi sebelum diminum. Secangkir kopi biasa, yang ampasnya diendapkan, mengandung 25 miligram – 30 miligram kafein. Adapun kopi
instan setiap cangkirnya mengandung kafein lebih
tinggi, yaitu 60 – 80 miligram. Kandungan
paling tinggi ditemukan pada kopi biasa yang tidak diendapkan, yakni 120 miligram per cangkirnya
(Anonim2, 2008).
Alkaloid adalah basa organik yang
mengandung amina sekunder, tersier atau siklik. Diperkirakan ada 5500 alkaloid
telah diketahui, yang merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar
dari tanaman. Tidak ada satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid,
tetapi alkaloid umumnya mencakup senyawa-senyawa bersifat basa yang mengandung
satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik.
Secara kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari
senyawa-senyawa yang sederhana seperti coniine sampai ke struktur
pentasiklik strychnine. Banyak alkaloid adalah terpenoid di alam dan
beberapa adalah steroid (Utami, 2008).
Ada dua jenis ekstraktor yang lazim
digunakan pada skala laboratorium, yaitu ekstraktor Soxhlet dan ekstraktor
Butt. Pada ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga
menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil
dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi
padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai
tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong.
Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih
dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon (Utami, 2009).
Ekstraksi soxhlet merupakan proses
ekstraksi yang berlangsung secara berulang-ulang dan teratur. Bahan yang akan
diekstrak dijadikan serbuk dan diletakkan dalam pembungkus yang berpori (kertas
saring). Pembungkus tersebut dimasukkan kedalam alat soxhlet, sedangkan pada bagian atas alat ini dihubungkan dengan kondensor atau pendingin.
Pelarut dan batu didih dimasukkan kedalam labu dan diekstrak dengan suhu dan
waktu yang diinginkan. Penggunaan ekstraksi soxhlet mempunyai keuntungan, salah
satunya adalah proses ekstraksi dapat berlangsung berulang-ulang secara
otomatis sampai ekstraksi sempurna. Namun kekurangan dari sistem ini adalah suhu campuran
pada tabung ekstraksi tidak sama dengan titik didih pelarutnya, sehingga proses ekstraksi
membutuhkan waktu lama
(Nuryanti, 2010).
Kloroform
adalah pelarut yang umum di laboratorium karena relatif tidak reaktif, miscible
dengan cairan organik yang paling, dan nyaman volatile. Kloroform digunakan
sebagai pelarut dalam farmasi industri dan untuk memproduksi pewarna dan
pestisida . Kloroform adalah pelarut yang efektif untuk alkaloid dalam bentuk
basis mereka dan dengan demikian bahan tanaman biasanya diekstraksi dengan
kloroform untuk diproses farmasi. Sebagai contoh, ia digunakan dalam
perdagangan untuk ekstrak morfin dari poppy dan skopolamin dari Datura tanaman
(Anonim1, 2010).
C.
Metodologi
I.
Alat
1.
Soxhlet
2.
Cawan penguap
3.
Bunsen
4.
Kertas saring
5.
Corong pemisah
6.
Beker glass
7.
Timbangan analitik
II.
Bahan
1.
Kopi
2.
Teh
3.
Etanol
4.
Aseton
5.
Aquades
6.
MgCl
7.
H2SO4
8.
Kloroform
9.
NaOH
D.
Hasil
dan Pembahasan
Tabel 4.1 Hasil ekstraksi kafein dari
teh
Sampel
|
Teh
|
Berat awal
|
8 gram
|
Berat beker
glass
|
60,1645 gram
|
Berat beker
glass+crude kafein
|
60,1952 gram
|
Berat crude
kafein
|
0,0307 gram
|
% kafein
|
0,38%
|
Warna awal teh
|
Coklat tua
|
Warna akhir
kafein
|
Kuning muda
|
Sumber : Laporan sementara
Pembahasan :
Pada praktikum
acara IV ini dilakukan ekstraksi kafein pada bahan pangan, dalam hal ini
digunakan teh dan kopi. Untuk mengekstraksi kafein dalam teh dan kopi ini menggunakan
soxhlet, untuk teh digunakan pelarut etanol dan untuk kopi digunakan pelarut
aseton.
Setelah penangas
pada soxhlet dinyalakan, maka dimulailah penguapan etanol/aseton yang berada di
labu pada soxhlet. Kemudian uap etanol/aseton melewati teh/kopi, uap etanol/aseton
beserta teh/kopi diembunkan oleh kondensor yang dialiri air pendingin lalu menetes
memasuki tabung sempit, penanda satu siklus. Ketika tabung sempit ini penuh dan
pelarut beserta sampel yang sudah larut didalamnya menggerojok kembali lagi ke labu
asal pelarut, dan begitu seterusnya sampai sampai cairan di air dalam bahan
menjadi jernih. Sirkulasi demikian terjadi membutuhkan waktu beberapa jam. Seperti
dalam tinjauan pustaka, hal demikian merupakan prinsip ekstraksi soxhlet.
Namun dalam
percobaan ini rendemen ekstrak kopi yang didapatkan dari proses tersebut
sangatlah sedikit, atau dapat dikatakan belum berhasil sehingga tidak dapat
dilakukan proses selanjutnya. Yang dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya ialah
ekstrak teh. Maka kemudian yang dipanaskan hanya ekstrak teh, untuk memperoleh
kafein dalam teh. Pada percobaan ini kita tidak dapat memperoleh kafein dalam
kopi.
Setelah semua
proses ekstraksi selesai dan crude kafein diperoleh maka perlu diketahui
beratnya. Untuk mengetahui berat crude kafein, caranya adalah dengan menimbang
beker glass yang berisi crude kafein tersebut, dan hasilnya adalah 60,1952
gram. Namun, sebelum hal ini dilakukan, pertama-tama saat beker glass masih
kosong sudah ditimbang dahulu dan diketahui berat beker glass kosong ialah
60,1645 gram. Dengan ini dapat diketahui berat crude kafein dengan mengurangkan
antara berat beker glass yang berisi crude kafein dengan berat beker glass
kosong dan hasilnya adalah 0,0307 gram.
Setelah ini,
masih harus diketahui kadar kafein dalam teh pada percobaan ini, caranya adalah
dengan membagikan antara massa crude kafein (0,0307 gram) dengan berat awal
sampel teh (8 gram) kemudian dikalikan 100% dan diperoleh kadar kafein dalam
teh pada percobaan kali ini adalah 0,38%. Berdasarkan referensi, kadar kafein
dalam daun teh kering adalah antara 3 - 4% hal ini sangat berbeda dengan hasil
percobaan, yang diperoleh kadar kafein dalam teh sebesar 0,38%. Padahal
berdasarkan referensi juga, jika sampel dipanaskan maka akan dapat meningkatkan
kadar kafein dalam sampel tersebut. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena
perbedaan jenis teh yang dihitung kadar kafeinnya, karena tidak semua jenis teh
memiliki kadar kafein yang sama. Selain itu juga karena ada kemungkinan kadar
kafein dalam teh-teh yang biasa dijual di pasaran sekarang sudah mengalami
dekafeinasi.
Dan untuk kadar
kafein dalam kopi, berdasarkan referensi dalam secangkir kopi biasa, yang
ampasnya diendapkan, mengandung 25 miligram – 30 miligram kafein atau sekitar
0,2 – 2,2 %. Namun disini kita tidak dapat membandingkannya dengan hasil
percobaan kita karena hasil yang diperoleh dari ekstraksi soxhlet sangatlah
sedikit dan tidak dapat dikeringkan untuk memperoleh crude kafein. Hal ini
dapat disebabkan karena kopi-kopi yang beredar di pasaran sekarang sudah
mengalami proses sedemikian rupa sehingga mengalami dekafeinasi, seperti halnya
teh. Sebaiknya kopi yang digunakan sebagai sampel untuk ditentukan kadar
kafeinnya adalah kopi bubuk asli dari biji kopi, misalnya kopi lampung.
Berdasarkan referensi, kadar kafein dalam teh dan dalam kopi lebih banyak pada
teh, namun dalam praktikum kali ini kita tidak dapat membandingkannya karena
yang diperoleh hanya kadar kafein dalam teh.
Pada proses praktikum ini larutan
diberi 1,5 ml H2SO4. Pemberian H2SO4
pada larutan berkafein yang dimana kafein mengandung alkaloid yang merupakan
basa organik, maka ini adalah cara pengambilan kafein (alkaloid) yang efektif karena
pH nya dapat stabil dengan adanya H2SO4 ini sehingga
lebih terpisah lagi antara zat yang kita butuhkan yakni kafein dan melepaskan dari
pengotor- pengotornya. Selain
itu juga larutan ditambah 1,5 ml NaOH stelah ditambah kloroform. Penambahan
NaOH ini agar pH semakin tinggi sehingga kemampuan ekstraksi atau pemisahan
larutan kafein dengan pelarut kloroform semakin besar. Dalam
praktikum ini digunakan pelarut berupa aseton, etanol dan kloroform. Ketiga
pelarut tersebut merupakan bahan pelarut organik yang biasa digunakan sebagai
zat cair ekstraksi. Dalam praktikum ini tujuan digunakannya kloroform adalah sebagai
pelarut yang efektif untuk alkaloid (kafein). Karena berdasarkan referensi, kloroform
adalah pelarut yang umum di laboratorium karena relatif tidak reaktif, larut dengan cairan organik.
E.
Kesimpulan
1. Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai
proses pemindahan satu atau lebih komponen dari satu fase ke fase lainnya.
2.
Kafein adalah senyawa alkaloid yang
secara alami terdapat pada biji kopi dan daun teh.
3. Untuk mengekstraksi kafein dalam teh
digunakan pelarut etanol dan untuk mengekstraksi kafein dalam kopi digunakan
pelarut aseton.
4. Pelarut kloroform digunakan pada
ekstraksi kafein dalam corong pemisah karena relatif tidak reaktif dan larut
dengan cairan organik.
5. Prinsip ekstraksi soxhlet adalah pelarut
yang berisi ekstrak dipanaskan dan menguap, lalu terkondensasi, melewati sampel,
saluran kecil, kemudian penuh dan masuk kembali ke labu soxhlet, keuntungannya
adalah dapat berlangsung berulang-ulang hingga ekstraksi sempurna namun
memerlukan waktu lama.
6. Hanya dapat diperoleh ekstrak kafein
dalam teh sedangkan ekstrak kafein dalam kopi belum berhasil.
7.
Berat crude kafein dari 8 gram teh
adalah 0,0307 gram.
8.
Kadar kafein dalam teh sampel adalah
0,38%.
9. Ada kemungkinan teh dan kopi yang
digunakan sebagai sampel sudah mengalami dekafeinasi dalam proses pengolahannya
karena pada kopi tidak dapat dihasilkan ekstrak kafein yang banyak dan pada teh
hasilnya berbeda dengan referensi yang mengatakan kadar kafein pada teh sebesar
3-4%.
DAFTAR PUSTAKA
Adisewojo, R. Sodo. 1964. Bertjotjok Tanam Teh. Sumur Bandung.
Bandung.
Anonim1. Manfaat Kloroform Apa Saja Sih...?. http://id.answers.yahoo.com/
question/index?. Diakses pada hari Selasa tanggal 5 April 2011 pada pukul 19.20
WIB.
Anonim2. 2008. Kopi, Hitam dan Pahit Tapi Banyak Manfaatnya.
http://aryafatta. wordpress.com. Diakses
pada hari Minggu tanggal 3 April 2011 pada pukul 20.00 WIB.
Buckle, K.A, dkk. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Hernani, dkk. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Belimbing Wuluh terhadapPenurunan
Tekanan Darah pada Hewan Uji. Jurnal Pascapanen 6(1).
Jin, Yinzhe dan Kyung Ho Row. 2007. Solid-phase Exxtraction of Caffeine and
Catechin Compounds from Green Tea by Caffeine Molecular Imprinted Polymer. Bull
Korean Chem Soc Vol 28, No 2.
Koswara, Sutrisno. 2006. Kopi Rendah Kafein. http://www.ebookpangan.com/. Diakses pada hari Senin,
4 April 2011 pada pukul 15.12 WIB.
Majid, Nugraha Thariq dan
Nurkholis. Jurnal Pembuatan
Teh Rendah Kafein melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat. Semarang.
Nazaruddin dan Farry B Paimin. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Nuryanti, Irma. 2010. Ekstraksi. http://meoongimutz.blogspot.com/2010/08/eks
traksi. html. Diakses pada hari Selasa 5 April 2011 pukul 20.10 WIB.
Rahayu, Tuti dan Triastuti Rahayu. 2007.
Optimasi Fermentasi Cairan Kopi dengan
Inokulan Kultur Kombucha (Kombucha coffee). Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi, Vol 8, No. 1.
Ramadhan, Ahmad Eka dan Haries Aprival Phaza. Jurnal Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu dan
Jumlah Stage pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale Rosc) Secara
Batch. Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar